Mendidik Sendiri atau Dititipkan?

Pendidikan Masa Awal Kanak-Kanak:
Mendidik Anak Sendiri atau Menitipkan di Sekolah?
Oleh: Sismanto

Lebih efektif mana antara pendidikan formal di sekolah dan mendidiknya orang tua?


Pertanyaan di atas sebenarnya jawabannya gampang, bahwa orang tua dapat mendidik anak-anak mereka sama efektifnya dengan sekolah, namun hal ini tidaklah mudah. kebanyakan orang tua tidak memiliki komitmen, waktu, energi, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memberi anak-anak mereka suatu lingkungan yang mendekati program pendidikan pada kanak-kanak. Kita sebagai orang tua seringkali menitipkan anak-anaknya kepada guru-guru les maupun mengikutkannya pada kegiatan-kegiatan intra dan ekstrakurikuler di sekolah maupun kegiatan lainnya di luar sekolah. Kita sibuk mencari nafkah dan kurang memberikan perhatian kepaada mereka, padahal kehadiran kita sangat dinantikan anak-anak.
Kita sebenarnya mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal ini terjadi secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang relatif panjang, maka tidak menutup kemungkinan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan anak dalam menyesuaikan diri di kemudian hari.
Untuk itulah, pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Kita terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anak. Jangan hanya semata-mata menyerahkan anak pada pembantu, Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman. Meskipun jika dilihat secara kasat mata hal ini sepele tapi dapat mempengaruhi paradigma anak terhadap orang tuanya. Pun demikian dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI), usahakan memberikan ASI secukupnya pada bayi kita. Jika tidak ada kendala penggunaan ASI lebih baik lakukan daripada menggunakan susu pengganti selain alasan kesehatan juga kelak ketika besar.
Beberapa waktu yang lalu saya melihat ada anak yang mengolok-mengolok temannya sendiri hanya alasan ASi, “Dasar…!!! Anak sapi, maklum aja dulu waktu kecilnya aja minum susu sapi tidak minum susu ibu, makanya kelakuannya juga kayak sapi” hal ini sepele jika dilihat sepintas, tapi efeknya juga sedikit banyak mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Jadi, lingkungan keluarga yang kondusif pada masa kanak-kanak mutlak diperlukan bagi anak untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kognisi dan psikomotor anak.
Interaksi anak dengan anggota keluarganya memberikan hasil dalam mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan (etika) dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.
Suatu keprihatinan yang muncul kemudian adalah prasekolah, playgroup, mendidik sendiri di rumah (home schooling) seharusnya tidak sekedar versi lain dari sekolah dasar. Padahal, pendidikan masa awal anak-anak memiliki beberapa isu yang pembelajaran berkelanjutan (sustainable learning) dengan isu level persekolahan yang lebih tinggi, tapi di dalam banyak hal agenda pendidikan masa awal anak-anak adalah berbeda. Pengaruh pendidikan masa awal anak-anak terhadap perkembangan anak tampaknya positif, tapi ukuran-ukuran hasil mengungkapkan bidang-bidang dimana kompetensi sosial lebih positif, sementara yang lain kurang positif.
Dunia anak-anak prasekolah sudah seharusnya kreatif, bebas, dan penuh imajinasi. Di alam seni mereka dapat menggambarkan matahari kadang berwarna hijau dan langit berwarna kuning. Mobil mengambang di awan, pesawat berjalan di air, dan lain sebagainya. Imajinasi anak-anak prasekolah terus bekerja, dan daya serap mental mereka tentang dunia terus meningkat. Sekarang tinggal orang tua yang mengarahkan apakah anak dengan bakat dan potensinya yang luar biasa dan juga imajinasi yang mengalahkan orang dewasa apabila tidak di asah dan diakomodasi dengan baik akan menjadikan anak kehilangan potensi-potensi alaminya dan inilah yang kerap terjadi pada anak-anak kita yang tidak mendapat perhatian dari orang tuanya yang cukup. Kalaupun mendapat perhatian itupun terbatas pada kurangnya pemahaman orang tua terhadap potensi alamiah anak.

Sangatta, 6 Mei 2008
Salam,
Sismanto
http://mkpd.wordpress.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *