Sebuah Dingklik

Di akhir tahun pembelajaran 2007/2008, sebagai seorang wali kelas tentu tidak berhenti pada pembagian rapor saja. Namun, ada beberapa hal yang membuat saya tetap tidak ingin begitu saja melepaskan anak didik saya ke kelas empat. Secara akademis, saya akui purna sudah tugas saya sebagai guru dan wali kelasnya. Namun, secara psikologis, seorang guru tidak akan begitu saja melupakan anak didik saya.

Salah satu hal yang tetap mengingatkan saya pada mereka adalah mereka selalu memberikan dinamika saya sebagai guru. Sebut saja Aji, salah satu anak didik saya. Aji sehari-hari menjadi anak yang sumringah, ceria, dan ramah dengan teman-temannya di kelas. Sekarang ini Aji duduk di bangku kelas 3 SD.

Sebagai wali kelasnya saya sangat sayang padanya, meskipun secara akademik ia termasuk anak yang lambat dalam belajarnya tapi tidak semangat belajarnya peatut diapresiasi. Semester pertama, Aji menduduki ranking 34 dari 34 siswa di kelas. Meskipun menurut paham konstruktivistik tidak disarankan mencantumkan ranking di raport. Sementara semester kedua, Aji tetap istiqomah dengan prestasinya, yakni ranking 34 dari 34 anak didik di kelas. Jika dibandingkan secara parallel kelas III, aju pun memperoleh ranking yang paling akhir dari urutan terakhir anak kelas III paralel.

Awal kebangkitan Aji dalam prestasinya barangkali pada momen assembly yang diadakan di sekolah saya. Kegiatan ini semakin semarak karena tidak hanya memperingati hari kartini, namun juga dimeriahkan dengan school gathering, english day, dan Hari Pendidikan Nasional. Emansipasi perempuan yang digagas oleh RA. Kartini mampu mendongkrak harkat dan martabat perempuan dalam kancah kehidupan berbangsa dan bernegara. Emansipasi ini tidak hanya dalam kehidupan sosial budaya, tetapi juga dalam ranah pendidikan. Sehingga, peringatan ini diharapkan dapat menggali dan menumbuhkembangkan potensi alami yang dimiliki.

Berbagai acara pun di gelar dalam kegiatan ini, seperti;
• Lomba “Story Telling” Lomba ini diikuti oleh peserta dari kelas 1 dan 2. Peserta diminta untuk menceritakan kembali sebuah cerita pendek dalam bahasa Inggris dengan cara dan gaya bahasa mereka sendiri.
• Lomba “English News Reading” Lomba diikuti oleh peserta dari kelas 3 dan 4. Peserta diminta untuk membaca naskah berita dalam bahasa Inggris seperti layaknya seorang pembaca berita di televisi.
• Lomba menulis surat, Lomba diikuti setiap murid, kelas 1-4 menuliskan surat dengan tujuan yang berbeda-beda. Surat ini berisikan tentang hal-hal seputar dunia pendidikan, yang akhirnya akan dikirimkan langsung ke alamat tujuan.
• Lomba menyanyi, Lomba diikuti oleh semua siswa kelas 1-4, dan setiap kelas mengirimkan seorang wakil. Peserta akan memilih satu lagu untuk dinyanyikan (pilihan lagu disiapkan oleh panitia).
• Lomba membaca puisi, Lomba ini akan diikuti oleh guru dan komite sekolah. Puisi disiapkan oleh panitia.
• Lomba mendongeng, Lomba ini diikuti oleh komite sekolah, dan teks dongeng disiapkan oleh panitia.
• Lomba bazar, Lomba bazar akan diikuti oleh semua kelas. Setiap kelas akan menyiapkan sebuah stand yang akan dipakai juga untuk menjual berbagai makanan khas daerah yang telah ditentukan.
• Lomba fashion show, Fashion show diikuti oleh sepasang wakil dari masing-masing kelas, dengan memakai baju daerah yang telah ditentukan.
• Lomba karnaval dan yel-yel, Lomba yel-yel dan karnaval ini akan diikuti oleh semua kelas beserta dengan komite kelas. Setiap kelas berhak untuk menciptakan yel-yel dan membawa atribut untuk karnaval sesuai dengan kreativitas masing-masing kelas.

Lomba-lomba yang digelar di atas, tak satupun juga yang Aji ikuti/lolos . Pernah suatu ketika Aji ikut audisi untuk lomba menyanyi di kelas, waktu itu yang jadi jurinya saya sendiri, merangkap guru, dan wali kelasnya. Semua berusaha menyanyi dengan merdu, dan semua anak didik masing-masing berada di sudut-sudut kelas untuk latihan sebelum audisi digelar. Aji tidak latihan apapun, Aji tetap ingin audisi yang pertama sebelum teman-temannya menyanyikan sebuah lagu untuk dinilai kelayakannya.

Pun lomba menulis surat untuk Bupati yang digelar Rabu, 23 April 2008 , tiap kelas hanya 5 surat saja yang ikut seleksi ke tingkat sekolah. Kemudian dari kesemuanya yang ikut dalam lomba ini hanya 10 surat terbaik saja yang akan dikirimkan ke Bupati Kutai Timur. Tema yang diangkat dalam kegiatan ini “Reforma Emansipasi Perempuan dalam Pendidikan”, namun Aji menulis jalan yang rusak yang ada di Sangatta. Kurangnya even lomba-lomba menulis dan latihan disinyalir sebagai penyebab Aji menulis surat tidak sesuai dengan tema.

Tanggal 3 Mei acara puncak gebyar primavaganza yang diikuti oleh semua siswa, orang tua, guru, dan stakeholder. Kira-kira konsepnya seperti school gathering”. Aji bukanlah salah satu juara dalam lomba-lomba tersebut, tidak ada bakat apapun dalam diri Aji untuk mengikutinya. Satu-satu bakat yang dimiliki Aji hanyalah ketaatannya pada gurunya. Sebelum temannya diminta menghapus papan tulis oleh gurunya, secepat kilat Aji sudah ada di depan papan tulis sembari mengapus papan tulis tanpa diberi aba-aba.

Namun, saya terharu ketika Aji naik panggung menerima hadiah manakala MC memanggil “door prize berikutnya jajtuh pada nomor 000546 atas nama Nur Fajri (Aji) kelas III B, silahkan naik ke panggung” Sontak saja, Aji langsung berlari sekencang-kencangnya tidak melihat kanan dan kiri. Kala itu bisa saya sejajarkan pandangan Aji seperti kuda yang menarik andong yang sebelah kanan dan kirinya diberi kertas penutup supaya tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, Aji lah orangnya.

Aji langsung naik ke panggung menerima door prize yang disiapkan panitia, tanpa di beri aba-aba Aji langsung membukanya di atas panggung. Ternyata, hadiah door prize yang di terimanya berupa dingklik (tempat duduk) kecil. Apabila digunakannya akan pecah, secara tubuh Aji besar dan berotot.

Meskipun hadiah yang diterima Aji adalah dingklik, tetap saja Aji menerimanya dengan bangga. Meskipun Aji tidak memenangkan lomba apapun, tetap saja Aji bangga menerima hadiah itu. Meski hadiah itu adalah hadiah hiburan, yang hanya membutuhkan keberuntungan saja, Aji tetap mengangkat tinggi-tinggi hadiah door prize itu. “Aji, kamu bisa berprestasi nak” kataku lirih dalam hati.

Hadiah door prize itu bagaikan oase di tengah paceklik akademiknya, bagai penghibur di tengah ketidakadaan bakat yang sampai saat ini saya belum menemukannya. Aji hari itu adalah anak yang mendapatkan prestasi yang di masa hidupnya barangkali tidak sekalipun pernah ia temukan dan menangkan dalam even-even lomba apapun. Dingklik itu, sekarang menjadi tempat duduk bagi neneknya, setiap saat, setiap waktu manakala saya berjumpa dengan Aji, saya selalu menanyakan dingklik tersebut. Supaya bisa menjadi motivasi bagi Aji untuk prestasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Amin.

Sangatta, 14 Juni 2008

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *