Teknik Wawancara

Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dalam tugas jurnalistik. Wawancara merupakan proses pencarian data berupa pendapat/pandangan/pengamatan seseorang yang akan digunakan sebagai salah satu bahan penulisan karya jurnalistik.

Wawancara VS Reportase
Apakah wawancara sama dengan reportase? Jawabannya adalah tidak. Reportase memiliki ruang lingkup yang jauh lebih luas daripada wawancara, sedangkan wawancara merupakan salah satu jenis teknik reportase.

Reportase dapat diartikan sebagai proses pengumpulan data yang digunakan untuk penulisan karya jusnalistik. Objek pengumpulan data tersebut dapat berupa manusia, makhluk hidup selain manusia, buku-buku, tempat bersejarah, dan sebagainya. Suatu reportase disebut sebagai wawancara jika objek reportasenya adalah manusia.

Ada beberapa jenis wawancara, yaitu:
1. Man in the street interview. Cara ini dilakukan bila kita ingin mengetahui pendapat umum masyarakat terhadap isu/persoalan yang hendak kita angkat menjadi bahan berita.
2. Casual interview, atau disebut juga wawancara mendadak. Ini adalah jenis wawancara yang dilakukan tanpa persiapan/perencanaan sebelumnya.
3. Personality interview, yaitu wawancara yang dilakukan terhadap figur-figur publik yang terkenal, atau bisa juga terhadap orang-orang yang dianggap memiliki sifat/kebiasaan/prestasi yang unik, yang menarik untuk diangkat sebagai bahan berita.
4. News interview, yaitu wawancara dalam rangka memperoleh informasi dan berita dari sumber-sumber yang mempunyai kredibilitas ataupun reputasi di bidangnya.
Wawancara yang Baik
Agar tugas wawancara kita dapat berhasil, maka hendaknya diperhatikan hal-hal – antara lain – sebagai berikut:
1. Lakukanlah persiapan sebelum melakukan wawancara. Persiapan tersebut menyangkut outline wawancara, penguasaan materi wawancara, pengenalan mengenai sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita wawancarai, dan sebagainya.
2. Taatilah peraturan dan norma-norma yang berlaku di tempat pelaksanaan wawancara tersebut. Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan, pengenalan terhadap norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.
3. Jangan mendebat nara sumber. Tugas seorang pewawancara adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan berdiskusi. Jika Anda tidak setuju dengan pendapatnya, biarkan saja. Jangan didebat. Kalaupun harus didebat, sampaikan dengan nada bertanya, alias jangan terkesan membantah.
Contoh yang baik: \”Tetapi apakah hal seperti itu tidak berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak?\”
Contoh yang lebih baik lagi: \”Tetapi menurut Tuan X, hal seperti itu kan berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri. Bagaimana pendapat Bapak?\”
Contoh yang tidak baik: \”Tetapi hal itu kan dapat berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak.\”
4. Hindarilah menanyakan sesuatu yang bersifat umum, dan biasakanlah menanyakan hal-hal yang khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk memfokuskan jawaban nara sumber.
5. Ungkapkanlah pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to the point. Selain untuk menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara sumber tidak kebingungan mencerna ucapan si pewawancara.
6. Hindari pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya. Hal ini dapat merugikan kita sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk menjawab hanya pertanyaan terakhir yang didengarnya.
7. Pewawancara hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai karakter nara sumber. Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan pemancing yang membuat si nara sumber \”buka mulut\”. Sedangkan untuk nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa mengarahkan pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi wawancara.
8. Pewawancara juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan nara sumber, dengan cara memanfaatkan waktu luang yang tersedia sebelum dan sesudah wawancara. Kedua belah pihak dapat ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal lain yang berguna untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses wawancara itu sendiri, dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di waktu-waktu yang akan datang.
9. Jika kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun musuh tertentu, bersikaplah seolah-olah kita memihaknya, walaupun sebenarnya tidak demikian. Seperti kata pepatah, \”Jangan bicara tentang kucing di depan seorang pecinta anjing\”.
10. Bagi seorang reporter pers yang belum ternama, seperti pers kampus dan sebagainya, kendala terbesar dalam proses wawancara biasanya bukan wawancaranya itu sendiri, melainkan proses untuk menemui nara sumber. Agar kita dapat menemui nara sumber tertentu dengan sukses, diperlukan perjuangan dan kiat-kiat yang kreatif dan tanpa menyerah. Salah satu caranya adalah rajin bertanya kepada orang-orang yang dekat dengan nara sumber. Koreklah informasi sebanyak mungkin mengenai nara sumber tersebut, misalnya nomor teleponnya, alamat villanya, jam berapa saja dia ada di rumah dan di kantor, di mana dia bermain golf, dan sebagainya.
Media Cetak VS Media Elektronik
Bagaimana cara memperoleh/mengumpulkan berita? Caranya adalah melalui reportase, yang bertujuan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data yang berhubungan dengan karya jurnalistik yang akan dibuat. Pihak yang menjadi objek reportase disebut nara sumber. Nara sumber ini bisa berupa manusia, makhluk hidup selain manusia, alam, ataupun benda-benda mati. Jika nara sumbernya berupa manusia, maka reportase tersebut bernama wawancara.

Dengan demikian, ada sedikit perbedaan antara reportase dengan wawancara. Wawancara merupakan bagian dari reportase, dan reportase tidak hanya dapat dilakukan terhadap manusia.

Namun perlu diingat bahwa wawancara untuk media cetak berbeda dengan wawancara untuk media elektronik. Wawancara untuk media elektronik biasanya dikemas semenarik mungkin. Sebelum wawancara berlangsung, seringkali dilakukan briefing antara pewawancara dan nara sumber, yang bertujuan untuk menjaga kelancaran wawancara. Hal ini dilakukan karena wawancara untuk media elektronik merupa kan \”produk\” tersendiri yang \”dijual\” kepada pemirsa/pendengar.

Sedangkan dalam media cetak, yang terpenting bagi pembaca adalah tulisan yang dibuat berdasarkan hasil reportase, sehingga proses wawancara tidaklah penting bagi mereka. Karena itu, wawancara untuk media cetak dapat berlangsung tanpa kemasan yang menarik ataupun briefing antara wartawan dengan nara sumber. Satu-satunya persiapan yang perlu dilakukan adalah persiapan wartawan itu sendiri, yang mencakup bahan wawancara dan pengetahuan umum mengenai materi wawancara. Sedangkan proses wawancaranya dapat berlangsung dalam berbagai situasi dan tempat. Bisa di kantor, di restoran sambil makan siang, lewat telepon, sambil berjalan menuju halaman parkir, sambil ngobrol, dan sebagainya (dari berbagai sumber yang direduksi)

salam,
sismanto
mkpd.wordpress.com

22 thoughts on “Teknik Wawancara”

  1. Maaf, saya mengkopi tulisan ini untuk bahan bacaan (referensi). Kalau saya mengutip isinya dalam berbagai tulisan, saya pastikan menyebutkan nama Sismanto dari mkpd.wordpress.com. Terima kasih.

    wassalam
    Asnawin
    Makassar, 5 September 2007

  2. makasih ya pak,,,,

    saya ini siswi kelas2 sma…
    sekarang sedang ditugaskan untuk mewawancarai pemulung.
    karena guru saya terburu-buru menjelaskan.jadi saya mencari lewat internet…
    akhirnya saya menemukan topik pabak ini..
    saya jadi merasa tertolong.

    terimakasih ya pak….

  3. Assalaamu’alaikum? saya minta izin meng-copy tulisan Bapak untuk memperkaya makalah saya karena saya punya buku tentang hal ini cuma 1, saya mahasiswa semester 3, semoga Bapak ridlo. Terima kasih.

  4. salam kenal …
    saya diamanahi mengelola buletin. salah satu rubriknya adalah Profil Tokoh. saya bingung untuk menyusun daftar pertanyaan. mohon masukan dari bapak
    terima kasih
    saya juga minta izin mengopi tulisan bapak

  5. Untuk mengelola suatu buletin itu tidak hanya dapat dilakukan oleh orang perorangan tetapi lebih baik bila dilakukan secara tim.
    namun berkaitan dengan pertanyaan ibu untuk mewancarai seorang tokoh dapat ditanyakan banyak hal.
    1. bisa kita ungkap masa kecil (sejarah perjuangan)
    2. temuan-temuan
    3. saran dam kritik untuk pembaca buletin
    4. pandangan ke depan dari seorang tokoh.

    bisa juga untuk membuat pertanyaannya dapat dibuat seperti kita membuat curiculum Vitae. ini minimal dapat memudahkan kita untuk membuat nasari pelaporannya. semoga sukses

  6. salam…
    saya seorang pimpinan redaksi di salah satu buletin kecil di kampus. saya mau mengadakan training untuk anggota baru saya, jadi saya cari bahan dari internet. jadi maaf saya ngambil artikel ini buat referensi,,,
    terimakasih…

  7. saya seorang mahasiswi jurnalistik. saya minta izin mengcopy penjelasan bapak sebagai referensi untuk memenuhi tugas mata kuliah penulusuran sumber berita.

  8. tulisan ini menarik, saya ambil tulisan ini untuk mengisi acara in house training Perma Cakrawala. kebetulan saya litbangnya. maklum mahasiswa jadi mohon maaf saya belum bisa memberi royalti. tetapi ijinkan saya berterima kasih pada mas tanto. saya akan sampaikan ini dari mas tanto.

  9. wah keren keren… saya baru belajar jurnalistik, makasih ya Pak atas penjelasannya ^__^

    kalo mengatasi grogi pas wawancara gimana caranya ya Pak hehe..

  10. makasih yaa pak…
    sy ini nak smk kelas 2 yang sekarang PSG di salah satu perusahaan koran di palu . dan sy ditugaskan mewawancarai beberapa narasumber jadi sy mencari teknik wawanncara yang baik lewat internet. sy jadi merasa tertolong skalii..^ _ ^

    makasih sekali lagi yaa pak,,,,,

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *